Kalian pasti tahu apa itu “Eksis”. Eksis berasal dari bahasa inggris “Exist” yang berarti “ada”. Sekarang ini istilah eksis meluas atau mengalami perluasan makna yang mana bisa diartikan bahwa eksis itu adalah suatu keadaan seseorang yang diakui oleh satu atau beberapa kalangan tertentu. Setiap individu memiliki langkah guna menunjukan nilai yang ada dalam dirinya untuk diakui keberadaannya. Itu merupakan hal yang lumrah bagi setiap individu karena pada hakikatnya setiap individu ingin diakui keberadaannya. Sebagai contoh ada seseorang yang menawarkan jasa untuk membantu seseorang secara sukarela. Hal ini menunjukan bahwa secara tidak langsung dia menunjukan suatu nilai yang ada dalam dirinya. Coba kita lihat di lingkungan sekitar pasti setiap individu menunjukan eksistensi dirinya secara langsung maupun tidak langsung. Kembali ke makna dari kata eksis. Seperti yang saya sebutkan tadi bahwa makna dari kata eksis sudah meluas. Kita pasti pernah mendengar suatu kalimat yang diucapkan orang lain semacam “Gue pengen eksis.” Ya, itu adalah indikasi bahwa dia ingin diakui atau dipandang bahwa mereka memiliki nilai yang bisa membuat mereka diterima atau diperhitungkan pada suatu atau kalangan tertentu. Namun hal yang paling penting dari status “eksis” tersebut adalah pandangan kalangan tersebut. Sikap menunjukan nilai dari diri individu itu dinilai oleh kalangan tersebut baik penilaian postif ataupun negatif. Penilaian positif masyarakat berupa pendapat masyarakat yang baik seperti “dia bagus”, “dia baik”, “dia berprestasi” dan segala macam. Penilaian masyarakat yang negatif sudah pasti pandangan buruk masyarakat terhadap individu tersebut seperti “dia anak bandel”, “dia jorok”, “dia nakal” dan lain-lain.
Mungkin kita tahu banyak cara untuk menunjukan eksistensi diri kita
entah negatif maupun positif. Ada yang dengan suka berfoto-foto dan
menguploadnya ke jejaring sosial seperti facebook, twitter atau
Instagram, ada yang dengan membuat karya seni dan masih banyak lagi.
Itu semua boleh saja dan tidak ada yang melarang kecuali kalau sudah
membuat orang lain terganggu. Yang patut diperhatikan adalah cara
kita dalam menunjukan eksistensi diri kita baik langsung maupun tidak
langsung. Cara langsung seperti melakukan sesuatu diiringi dengan
niat tertentu (ada maksud) contohnya memberikan bantuan dengan
mengharap timbal balik. Sedangkan cara yang tidak langsung seperti
melakukan sesuatu secara suka atau melakukan sesuatu tanpa peduli
pandangan orang lain.
Banyak alasan yang mendorong individu untuk menunjukan eksistensinya.
Alasan yang paling umum adalah untuk pergaulan atau hubungan
interaksi di lingkungannya. Individu yang “Eksis” biasanya lebih
dikenal atau mempunyai banyak teman dibanding individu yang “kurang
eksis”. Itu disebabkan pengakuan dari lingkungan lebih banyak
didapat. Eksistensi juga berpengaruh terhadap kedudukan di suatu
organisasi atau lingkungan kerja di mana orang yang lebih banyak
bertindak/berpasrtispasi mendapatkan suatu penilaian tersendiri dari
rekan kerjanya dibanding orang yang kurang banyak berpartisipasi.
Individu memiliki saat atau periode di mana dia harus menunjukan
eksistensi mereka. Periode yang menurut saya biasanya individu ingin
diakui eksistensinya dimulai pada periode remaja atau bisa dikatakan
ketika sudah lulus SD (masa-masa SLTP dan SLTA). Kita pasti sering
melihat berbagai fenomena yang ada pada usia tersebut. Kenakalan
remaja bisa menjadi salah satu proses terbentuknya pandangan dari
suatu kalangan seperti guru atau masyarakat terhadap individu yang
melakukan hal tersebut. Namun yang menurut saya agak lucu adalah
biasanya individu(remaja) yang punya sifat “bad boy” (bad girl
buat perempuan) lebih “TOP” ketimbang individu yang berprestasi.
Tapi apakah untuk menjadi “eksis” harus menjadi anak nakal,
langganan dipanggil guru BP atau sering bikin ribut di kelas? Menurut
saya cara-cara seperti ini hanya akan membuat individu tersebut lebih
diakui di kalangan murid atau teman main namun dengan embel-embel
negatif. Dan biasanya individu yang berprestasi lebih terkenal di
kalangan guru namun kurang eksis di kalangan sepadan (eksistensinya
kalah tenar dibanding remaja yang punya sifat “bad boy/girl”).
Saya lihat banyak individu usia sekolah menengah lebih merasa keren
kalau bertindak nekat, nakal sperti kebut-kebutan di jalanan atau
nongkrong dipinggir jalan sambil menyalakan mesin motor dan bila ada
orang lewat mereka menggeber-geber motor (pada akhirnya mereka juga
lari kalau ada aparat yang mendekat atau berusaha membubarkan
mereka). Selain itu mereka juga merasa eksis dengan sikap vandalisme
(perusakan fasilitas umum misalnya). Di samping dari hal-hal negatif
tersebut ada juga individu yang eksis karena penampilannya (tampan,
cantik atau keren). Tampang menarik biasanya lebih menarik untuk
lawan jenis. Dimana remaja perempuan lebih memuja remaja laki-laki
yang tampan dan keren. Begitu juga sebaliknya remaja laki-laki
menyukai remaja perempuan yang cantik dan manis. Bisa dikatakan masa
sekolah adalah masa dimana individu mencoba untuk menemukan jati
dirinya yang mendukung eksistensi dirinya di lingkungannya.
Ketika sudah lulus sekolah dan memasuki babak baru (kuliah atau
langsung bekerja). Jati diri yang mereka cari mulai terlihat. Mereka
mulai memperhitungkan kemampuan dan keterampilan yang ada untuk
menunjukan suatu nilai kualitas diri mereka. Pikiran mereka lebih
tertata dan mereka mulai mencoba membangun citra diri. Mereka
melakukannya untuk mendapatkan sesuatu yang bisa dibanggakan.
Dibanding dengan usia sekolah, individu dalam usia ini mulai berpikir
untuk lebih memperhatikan kehidupannya. Dalam usia ini, kebanggaan
akan keberhasilan menjadi poin penting yang menunjukan eksistensi
mereka. Contohnya ada individu yang bangga bisa membeli kendaraan
baru dengan uangnya sendiri walaupun susah payah.
Menurut saya boleh saja untuk melakukan sesuatu yang sifatnya
menunjukan eksistensi kita tapi kembali kepada inti dari eksistensi
suatu individu berasal dari pandangan masyarakat baik positif maupun
negatif. Kita menunjukan eksistensi kita baik secara langsung maupun
tidak langsung dan pada akhirnya masyarakat sendiri yang menilai
apakah kita ini pantas diperhitungkan atau tidak. Sikap menunjukan
eksistensi yang mungkin merugikan orang lain atau pihak tertentu
sebaiknya dihindari karena selain menunjukan nilai buruk juga akan
membuat kita dicap sebagai orang yang memiliki sikap kurang baik
seperti perusakan fasilitas umum atau membuat karya seni yang sangat
menyinggung suatu kalangan tertentu. Eksistensi itu juga menurut saya penting untuk kehidupan selain untuk membangun pandangan masyarakat terhadap kita juga sebagai tolak ukur seberapa pentingkah keadaan kita di masyarakat. Dan usahakan eksistensi kita dipandang positif.
Sekian dulu tulisan dari saya. Saya hanya ingin berbagi pengalaman
dan pendapat yang saya ketahui. Mohon maaf apabila ada kesalahan baik
dalam isi maupun tulisan karena saya adalah manusia biasa yang tidak
luput dari khilaf dan sekali lagi saya mohon maaf. Thanks.