Dilarang keras menyalin isi blog ini tanpa menyertakan sumber aslinya!

Tuesday, 8 December 2015

Sepintas Tentang Eksistensi Seseorang



Kalian pasti tahu apa itu “Eksis”. Eksis berasal dari bahasa inggris “Exist” yang berarti “ada”. Sekarang ini istilah eksis meluas atau mengalami perluasan makna yang mana bisa diartikan bahwa eksis itu adalah suatu keadaan seseorang yang diakui oleh satu atau beberapa kalangan tertentu. Setiap individu memiliki langkah guna menunjukan nilai yang ada dalam dirinya untuk diakui keberadaannya. Itu merupakan hal yang lumrah bagi setiap individu karena pada hakikatnya setiap individu ingin diakui keberadaannya. Sebagai contoh ada seseorang yang menawarkan jasa untuk membantu seseorang secara sukarela. Hal ini menunjukan bahwa secara tidak langsung dia menunjukan suatu nilai yang ada dalam dirinya. Coba kita lihat di lingkungan sekitar pasti setiap individu menunjukan eksistensi dirinya secara langsung maupun tidak langsung. Kembali ke makna dari kata eksis. Seperti yang saya sebutkan tadi bahwa makna dari kata eksis sudah meluas. Kita pasti pernah mendengar suatu kalimat yang diucapkan orang lain semacam “Gue pengen eksis.” Ya, itu adalah indikasi bahwa dia ingin diakui atau dipandang bahwa mereka memiliki nilai yang bisa membuat mereka diterima atau diperhitungkan pada suatu atau kalangan tertentu. Namun hal yang paling penting dari status “eksis” tersebut adalah pandangan kalangan tersebut. Sikap menunjukan nilai dari diri individu itu dinilai oleh kalangan tersebut baik penilaian postif ataupun negatif. Penilaian positif masyarakat berupa pendapat masyarakat yang baik seperti “dia bagus”, “dia baik”, “dia berprestasi” dan segala macam. Penilaian masyarakat yang negatif sudah pasti pandangan buruk masyarakat terhadap individu tersebut seperti “dia anak bandel”, “dia jorok”, “dia nakal” dan lain-lain.

Mungkin kita tahu banyak cara untuk menunjukan eksistensi diri kita entah negatif maupun positif. Ada yang dengan suka berfoto-foto dan menguploadnya ke jejaring sosial seperti facebook, twitter atau Instagram, ada yang dengan membuat karya seni dan masih banyak lagi. Itu semua boleh saja dan tidak ada yang melarang kecuali kalau sudah membuat orang lain terganggu. Yang patut diperhatikan adalah cara kita dalam menunjukan eksistensi diri kita baik langsung maupun tidak langsung. Cara langsung seperti melakukan sesuatu diiringi dengan niat tertentu (ada maksud) contohnya memberikan bantuan dengan mengharap timbal balik. Sedangkan cara yang tidak langsung seperti melakukan sesuatu secara suka atau melakukan sesuatu tanpa peduli pandangan orang lain.

Banyak alasan yang mendorong individu untuk menunjukan eksistensinya. Alasan yang paling umum adalah untuk pergaulan atau hubungan interaksi di lingkungannya. Individu yang “Eksis” biasanya lebih dikenal atau mempunyai banyak teman dibanding individu yang “kurang eksis”. Itu disebabkan pengakuan dari lingkungan lebih banyak didapat. Eksistensi juga berpengaruh terhadap kedudukan di suatu organisasi atau lingkungan kerja di mana orang yang lebih banyak bertindak/berpasrtispasi mendapatkan suatu penilaian tersendiri dari rekan kerjanya dibanding orang yang kurang banyak berpartisipasi.

Individu memiliki saat atau periode di mana dia harus menunjukan eksistensi mereka. Periode yang menurut saya biasanya individu ingin diakui eksistensinya dimulai pada periode remaja atau bisa dikatakan ketika sudah lulus SD (masa-masa SLTP dan SLTA). Kita pasti sering melihat berbagai fenomena yang ada pada usia tersebut. Kenakalan remaja bisa menjadi salah satu proses terbentuknya pandangan dari suatu kalangan seperti guru atau masyarakat terhadap individu yang melakukan hal tersebut. Namun yang menurut saya agak lucu adalah biasanya individu(remaja) yang punya sifat “bad boy” (bad girl buat perempuan) lebih “TOP” ketimbang individu yang berprestasi. Tapi apakah untuk menjadi “eksis” harus menjadi anak nakal, langganan dipanggil guru BP atau sering bikin ribut di kelas? Menurut saya cara-cara seperti ini hanya akan membuat individu tersebut lebih diakui di kalangan murid atau teman main namun dengan embel-embel negatif. Dan biasanya individu yang berprestasi lebih terkenal di kalangan guru namun kurang eksis di kalangan sepadan (eksistensinya kalah tenar dibanding remaja yang punya sifat “bad boy/girl”). Saya lihat banyak individu usia sekolah menengah lebih merasa keren kalau bertindak nekat, nakal sperti kebut-kebutan di jalanan atau nongkrong dipinggir jalan sambil menyalakan mesin motor dan bila ada orang lewat mereka menggeber-geber motor (pada akhirnya mereka juga lari kalau ada aparat yang mendekat atau berusaha membubarkan mereka). Selain itu mereka juga merasa eksis dengan sikap vandalisme (perusakan fasilitas umum misalnya). Di samping dari hal-hal negatif tersebut ada juga individu yang eksis karena penampilannya (tampan, cantik atau keren). Tampang menarik biasanya lebih menarik untuk lawan jenis. Dimana remaja perempuan lebih memuja remaja laki-laki yang tampan dan keren. Begitu juga sebaliknya remaja laki-laki menyukai remaja perempuan yang cantik dan manis. Bisa dikatakan masa sekolah adalah masa dimana individu mencoba untuk menemukan jati dirinya yang mendukung eksistensi dirinya di lingkungannya.

Ketika sudah lulus sekolah dan memasuki babak baru (kuliah atau langsung bekerja). Jati diri yang mereka cari mulai terlihat. Mereka mulai memperhitungkan kemampuan dan keterampilan yang ada untuk menunjukan suatu nilai kualitas diri mereka. Pikiran mereka lebih tertata dan mereka mulai mencoba membangun citra diri. Mereka melakukannya untuk mendapatkan sesuatu yang bisa dibanggakan. Dibanding dengan usia sekolah, individu dalam usia ini mulai berpikir untuk lebih memperhatikan kehidupannya. Dalam usia ini, kebanggaan akan keberhasilan menjadi poin penting yang menunjukan eksistensi mereka. Contohnya ada individu yang bangga bisa membeli kendaraan baru dengan uangnya sendiri walaupun susah payah.

Menurut saya boleh saja untuk melakukan sesuatu yang sifatnya menunjukan eksistensi kita tapi kembali kepada inti dari eksistensi suatu individu berasal dari pandangan masyarakat baik positif maupun negatif. Kita menunjukan eksistensi kita baik secara langsung maupun tidak langsung dan pada akhirnya masyarakat sendiri yang menilai apakah kita ini pantas diperhitungkan atau tidak. Sikap menunjukan eksistensi yang mungkin merugikan orang lain atau pihak tertentu sebaiknya dihindari karena selain menunjukan nilai buruk juga akan membuat kita dicap sebagai orang yang memiliki sikap kurang baik seperti perusakan fasilitas umum atau membuat karya seni yang sangat menyinggung suatu kalangan tertentu. Eksistensi itu juga menurut saya penting untuk kehidupan selain untuk membangun pandangan masyarakat terhadap kita juga sebagai tolak ukur seberapa pentingkah keadaan kita di masyarakat. Dan usahakan eksistensi kita dipandang positif.

Sekian dulu tulisan dari saya. Saya hanya ingin berbagi pengalaman dan pendapat yang saya ketahui. Mohon maaf apabila ada kesalahan baik dalam isi maupun tulisan karena saya adalah manusia biasa yang tidak luput dari khilaf dan sekali lagi saya mohon maaf. Thanks.

Share this article:

Facebook Google+ Twitter