Kenalin gue Jangkrik Petir. Alamat komplek Rambutan Runtuh no. 13 RT.01 RW.II samping sungai. Gue terkenal sebagai cowok tergreget di komplek. Bukan cuma gue tapi keluarga gue juga dikenal sebagai keluarga tergreget. Kadar kegregetan gue boleh dibilang tingkat ultimate. Maklum kami kan fans berat tokoh pencetus Gregetisme yaitu Mad Dog.
Kalo biasanya siswa sekolah berangkat dan pulang sekolah pake mobil, motor atau jalan kaki, gue berangkat sekolah dengan cara tergreget yaitu berangkat dan pulang dibonceng mobil ambulan. Kalo biasanya anak muda seumuran gue nongkrong di kafe atau tempat gaul lainnya, gue lebih senang nongkrong di gorong-gorong selokan komplek gue biar lebih membaur dengan bumi.
"Dhuaaaaar!!!" Suara ledakan keras terjadi. Kaget? enggaklah, itu udah biasa kali. Itu suara ledakan petasan adik gue. Biasalah adik gue suka main petasan pake bom molotov. Kemarin aja dia nyari-nyari info bagaimana cara bikin bom panci atau bom paku biar bisa dipamerin sama teman-temannya dikomplek.
Belum selesai ledakan petasan adik gue datanglah nenek gue tercinta. Usia beliau sudah mencapai 70 tahun. Badan nenek gue penuh keringat maklum beliau baru datang main Skateboard bareng teman satu gengnya. "Eh, Jangkrik. Mana nih pentungan sama rantai nenek?" Tanya nenek gue. "Ada tuh di kandang buaya di belakang. Mau ngapain nek?" Gue heran sama nenek gue. "Ada anak komplek sebelah ngajak duel nenek. Biar nenek tunjukin siapa yang jadi bosnya." Kata nenek gue garang. Gue ngangguk-ngangguk paham dengan sifat nenek gue tercinta.
Belum habis urusan dengan nenek gue. Tiba-tiba atap rumah gue bergoyang. Panik? ya jelas enggak karena itu artinya bapak gue udah datang dari kantor. Beliau parkir mobil di atap rumah. Beliau datang bawa oleh-oleh nih tumben. "Krik! nih bapak beliin kerupuk kesukaan kamu, kerupuk cula badak." Kata bapak gue. Waah bapak paham sama kesukaan gue. "Sekalian nih kasih sama adik kamu tadi dia minta dibeliin tusuk gigi." Tambah bapak gue menyerahkan linggis besi alias tusuk gigi adik gue.
"Pak! Tisu wajah mama dibeliin enggak?" Mama gue muncul tiba-tiba dari balik bayangan seperti ninja. "Oh ya udah bapak beli nih buat mama." Kata bapak menyerahkan segulung amplas kepada mama gue. "Kita makan dlu yuk, bapak laper nih." Ajak bapak.
Dimeja makan tersaji dadar telur burung onta, sate gorilla dan sup gajah india. Kamipun menikmati hidangan dengan nikmat. "Lho minumnya mana nih?" Tanya bapak mencari minuman. "Oh ini dia pak." Kata mama sambil menuangkan Oli merk tersohor. Ah kenyangnya.
Begitulah keluarga kami yang menganut paham Gregetisme. Semua hal harus dilakukan dengan greget. Melakukan hal-hal yang mainstream? Tidak zaman lagi.
Kalo biasanya siswa sekolah berangkat dan pulang sekolah pake mobil, motor atau jalan kaki, gue berangkat sekolah dengan cara tergreget yaitu berangkat dan pulang dibonceng mobil ambulan. Kalo biasanya anak muda seumuran gue nongkrong di kafe atau tempat gaul lainnya, gue lebih senang nongkrong di gorong-gorong selokan komplek gue biar lebih membaur dengan bumi.
"Dhuaaaaar!!!" Suara ledakan keras terjadi. Kaget? enggaklah, itu udah biasa kali. Itu suara ledakan petasan adik gue. Biasalah adik gue suka main petasan pake bom molotov. Kemarin aja dia nyari-nyari info bagaimana cara bikin bom panci atau bom paku biar bisa dipamerin sama teman-temannya dikomplek.
Belum selesai ledakan petasan adik gue datanglah nenek gue tercinta. Usia beliau sudah mencapai 70 tahun. Badan nenek gue penuh keringat maklum beliau baru datang main Skateboard bareng teman satu gengnya. "Eh, Jangkrik. Mana nih pentungan sama rantai nenek?" Tanya nenek gue. "Ada tuh di kandang buaya di belakang. Mau ngapain nek?" Gue heran sama nenek gue. "Ada anak komplek sebelah ngajak duel nenek. Biar nenek tunjukin siapa yang jadi bosnya." Kata nenek gue garang. Gue ngangguk-ngangguk paham dengan sifat nenek gue tercinta.
Belum habis urusan dengan nenek gue. Tiba-tiba atap rumah gue bergoyang. Panik? ya jelas enggak karena itu artinya bapak gue udah datang dari kantor. Beliau parkir mobil di atap rumah. Beliau datang bawa oleh-oleh nih tumben. "Krik! nih bapak beliin kerupuk kesukaan kamu, kerupuk cula badak." Kata bapak gue. Waah bapak paham sama kesukaan gue. "Sekalian nih kasih sama adik kamu tadi dia minta dibeliin tusuk gigi." Tambah bapak gue menyerahkan linggis besi alias tusuk gigi adik gue.
"Pak! Tisu wajah mama dibeliin enggak?" Mama gue muncul tiba-tiba dari balik bayangan seperti ninja. "Oh ya udah bapak beli nih buat mama." Kata bapak menyerahkan segulung amplas kepada mama gue. "Kita makan dlu yuk, bapak laper nih." Ajak bapak.
Dimeja makan tersaji dadar telur burung onta, sate gorilla dan sup gajah india. Kamipun menikmati hidangan dengan nikmat. "Lho minumnya mana nih?" Tanya bapak mencari minuman. "Oh ini dia pak." Kata mama sambil menuangkan Oli merk tersohor. Ah kenyangnya.
Begitulah keluarga kami yang menganut paham Gregetisme. Semua hal harus dilakukan dengan greget. Melakukan hal-hal yang mainstream? Tidak zaman lagi.